Sudah menjadi hal yang sangat umum jika kondisi yang terjadi pada seorang wanita saat hamil akan mempengaruhi kesehatan janin. Namun rupanya studi mengungkapkan bahwa kondisi wanita sebelum kehamilan pun sudah bisa mempengaruhi anaknya kelak di masa depan.
Studi yang dilakukan oleh University of Haifa, Israel, menunjukkan bahwa tingkat stres pada wanita sebelum proses pembuahan dan kehamilan dapat mempengaruhi kemampuan anaknya nanti dalam menangani situasi stres. Hal ini disebabkan karena stres sebelum kehamilan dapat menyebabkan perubahan genetik pada struktur sel telur wanita.
Meskipun hasil penelitian ini didapat melalui objek tikus, tetapi para ilmuwan percaya kesimpulan studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Biological Psychiatry ini dapat diterapkan pula pada manusia.
"Kesamaan sistemik dalam banyak hal antara manusia dan tikus menimbulkan pertanyaan tentang pengaruh transgenerational pada manusia. Bila sampai sekarang kita melihat bukti hanya dari efek perilaku, sekarang telah ditemukan bukti efeknya pada tingkat genetik," ujar Hiba Zaidan, salah seorang peneliti yang terlibat, seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (2/2/2014).
Para peneliti fokus pada gen yang dikenal sebagai CRF-1. Gen ini terkait dengan sistem stres tubuh dan mengekspresikan diri di otak ketika berada di bawah stres. Para peneliti kemudian menggunakan tikus betina berusia 45 hari, yang sejajar dengan usia remaja pada manusia.
Beberapa tikus kemudian diberikan suasana yang bisa membuatnya stres, di antaranya termasuk perubahan suhu dan rutinitas sehari-hari selama tujuh hari. Setelah itu mereka dibandingkan dengan kelompok tikus terkontrol, yaitu yang tidak stres sama sekali. Tikus-tikus ini kemudian dikawinkan dan hamil dua pekan kemudian.
Pada bagian pertama dari studi ini, para peneliti memeriksa sel telur dari tikus yang stres bahkan sebelum mereka hamil. Mereka menemukan bahwa pada tahap ini terdapat peningkatan ekspresi dari CRF-1 gen. Untuk bagian kedua, para peneliti memeriksa otak tikus yang baru lahir, sebelum induknya mempengaruhi. Dalam tahap ini, ada pula peningkatan ekspresi dari CRF-1 gen di otak tikus baru lahir dari induk yang stres.
Sementara pada tahap ketiga, para peneliti kembali menempatkan situasi stres pada semua anak tikus, baik yang induknya mengalami stres sebelum hamil maupun yang tidak. Terlihat bahwa ekspresi CRF-1 di antara anak-anak tikus itu bergantung pada tiga faktor: jenis kelamin, stres yang dialami induk; dan stres yang dialami si anak itu sendiri.
"Ini adalah kali pertama kami menunjukkan bahwa respons genetik terhadap stres pada tikus terkait dengan pengalaman induk mereka, bahkan jauh sebelum mereka hamil. Fakta bahwa pada kenyataannya saat ini banyak wanita yang stres bahkan sebelum mereka hamil, saya rasa penting untuk kembali melakukan penelitian sejauh mana fenomena tersebut berpengaruh pada manusia," papar Zaidan.